Sebelum membahas lebih jauh mengenai ethical governance,
pengembangan struktur etika korporasi dan kode etik korporasi tersebut,
terlebih dulu akan dibahas mengenai pengertian etika.
Pengertian etika
Berikut adalah
beberapa pengertian mengenai etika :
1. Etika
berasal dari bahasa yunani “ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan
yang baik.
2. Menurut
Profesor Robert Salomon, etika dikelompokkan menjadi dua dimensi:
a. Etika
merupakan karakter individu, dalam hal ini termasuk bahwa orang yang beretika
adalah orang yang baik.
b. Etika
merupakan hokum orang social. Etika merupakan hukum yang mengatur,
mengendalikan serta membatasi perilaku manusia.
3. Dari
sudut pandang Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan (1988) merumuskan pengertian etika dalam tiga arti sebagai
berikut :
a. Ilmu tentang
apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
b. Kumpulan
asas atau nilai yang berkenan dengan akhlak.
c. Nilai
mengenai benar dan salah yang dianut masyarakat.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa etika adalah
suatu aturan yang mengendalikan perilaku atau akhlak manusia. Nah, setelah
mengetahui pengertian etika, selanjutnya kita akan mulai membahas Ethical Governance yaitu sebagai berikut
:
1.
Governance System
Governance system adalah
suatu sistem hukum dan suara pendekatan dimana perusahaan diarahkan dan
dikontrol berfokus pada struktur internal dan eksternal perusahaan dengan
tujuan memantau tindakan manajemen dan direksi badan dan risiko sehingga
mengurangi yang mungkin berasal dari perbuatan-perbuatan pejabat perusahaan.
Governance system merupakan
suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4
(empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
a. Commitment on Governance, adalah
komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang
perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku.
b. Governance Structure, adalah struktur kekuasaan berikut
persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh
peraturan perundangan yang berlaku.
c. Governance Mechanism, adalah
pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank
dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
d. Governance Outcomes, adalah
hasil dari pelaksanaan baik dari aspek hasil kinerja maupun
cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
2.
Budaya etika
Corporate culture (budaya perusahaan) merupakan konsep
yang berkembang dari ilmu manajemen serta psikologi industri dan organisasi.
Bidang-bidang ilmu tersebut mencoba lebih dalam mengupas penggunaan
konsep-konsep budaya dalam ilmu manajemen dan organisasi dengan tujuan meningkatkan
kinerja organisasi, yang dalam hal ini, adalah organisasi yang berbentuk
perusahaan.
Djokosantoso
Moeljono mendefinisikan corporate
culture sebagai suatu sistem nilai yang diyakini oleh semua anggota
organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara
berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dijadikan acuan
berperilaku dalam organsisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah
ditetapkan.
Penggunaan
komputer dalam bisnis diarahkan pada nilai-nilai moral dan etika dari para
manajer, spesialis informasi dan pemakai dan juga hukum yang
berlaku. Hukum paling mudah diiterprestasikan karena berbentuk tertulis.
Di nilai pihak etika dan moral tidak didefinisikan secara persis dan tidak
disepakati oleh semua anggota masyarakat.
Hubungan
antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan
harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan
kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini
adalah budaya etika. Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep
etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh
seluruh karyawan.
Gambaran mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian
para pemimpinya. Budaya etika adalah perilaku yang etis. Penerapan budaya
etika dilakukan secara top-down. Para eksekutif mencapai penerapan ini
melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
a. Corporate Credo, merupakan
pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang
diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam
maupun di luar perusahaan.
1.
Komitmen internal
o Perusahaan terhadap karyawan
o Karyawan terhadap perusahaan
o Karyawan terhadap karyawan lain
2.
Komitmen Eksternal
o Perusahaan terhadap pelanggan
o Perusahaan terhadap pemegang saham
o Perusahaan terhadap masyarakat
b. Program etika adalah suatu sistem
yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai
dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai
baru dan audit etika.
c. Kode etik perusahaan. Setiap
perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik
tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu. Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang
khusus digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya. Contohnya
IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM).
3.
Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat
itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara
keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran
bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses
pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika
dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu
kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari
untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan
para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
4.
Kode Perilaku Korporasi
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan
main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum
maupun aturan moral atau etika. Code
of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis PT. Perkebunan
dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam
berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang
berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada
perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu
menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar
perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya.
Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
Code of Conduct dapat
diartikan sebagai pedoman internal perusahaan yang berisikan sistem nilai, etika
bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan
perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta
berinteraksi dengan stakeholders.
5.
Evaluasi
Terhadap Kode Perilaku Korporasi
a.
Pelaporan Pelanggaran Code of
Conduct
o Setiap
individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang
dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan
dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang
jelas dari pelapor.
o Dewan
kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan
melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat
dipertanggungjawabkan.
o Dewan
kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
b.
Sanksi Atas Pelanggaran Code of
Conduct
o Pemberian
sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan diberikan
oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
o Pemberian
sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan
Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan
serta ketentuan yang berlaku.
o Pemberian
sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap terjadinya pelanggaran
pedoman ini.
SUMBER
: