1
Perlahan-lahan bulan telah meninggalkan peraduannya. Matahari bergegas menggantikan posisi sang bulan. Terdengar suara gemericik air dan kicauan burung yang menambah keindahan pagi itu.
“Uuuuhhhh.....” keluh seorang perempuan berparas cantik yang terdampar di pinggir sungai. Sinar mentari pagi menerpa wajahnya yang penuh luka. Perlahan-lahan dia mulai membuka matanya. Mencoba mengetahui keadaan sekeliling. Dia berusaha untuk duduk, namun tubuhnya tidak sanggup. Rasa sakit di sekujur tubuhnya mengalahkan keinginannya. Dia mencoba mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya. Namun, dia tidak dapat mengingat apapun.
Dia berusaha untuk berteriak minta tolong. Namun, dia tak mempunyai tenaga untuk melakukan itu. Badannya terasa sangat lemas dan penuh luka. Darah segar terus mengalir dari dahinya. Dia tidak sanggup lagi untuk melakukan apapun. Dia kembali tidak sadarkan diri.
Perlahan-lahan dia mulai membuka matanya. Dia melihat ke sekeliling. Gubuk kecil yang hanya disinari lampu petromak yang sinarnya hanya remang-remang. Di pojokan dia melihat seorang wanita. Pakaiannya sangat lusuh, bahkan hampir tidak pantas disebut pakaian. Dia berusaha untuk bangkit, namun badannya tak sanggup. “Aaawwww....”
“Ternyata kamu sudah tersadar. Sudah jangan memaksakan diri, istirahat lah terlebih dahulu.” ucap wanita itu.
“Ayooo diminum dahulu.” lanjut wanita itu.
“Ehhmmm pahit sekali. Air apa ini?” tanya perempuan itu.
“Itu jamu yang tadi saya buat. Badanmu penuh darah dan luka. Tadi saya menemukan kamu di pinggir sungai. Sebenarnya siapa kamu dan apa yang telah terjadi?” tanya wanita tersebut.
“Sa..ya... uhmmm... sa..ya... Saya pun tidak tahu siapa saya. Saya tidak bisa mengingat apapun.” jawab perempuan itu bingung.
“Kamu benar-benar tidak ingat apapun?” tanya wanita itu khawatir.
“Ehmm iyaa saya tidak dapat mengingat apapun. Saya pun tidak mengerti apa yang terjadi pada saya sehingga saya bisa seperti ini.” jawab perempuan itu bingung.
“Anda siapa? Kenapa Anda begitu baik pada saya?” tanya perempuan itu lagi.
“Panggil saja saya mbok Minah. Kita sesama manusia harus saling tolong menolong bukan?” jawab mbok Minah.
“Terimakasih mbok Minah, Anda telah menyelamatkan nyawa saya.” ucap perempuan itu.
“Bukan saya yang menyelamatkan kamu, tapi Allah lah yang telah mengkhendaki semuanya. Saya hanya sebagai perantara saja.” ucap mbok Minah.
“Bagaimana kalo saya memanggilmu Ayu? Sepertinya nama itu cocok untukmu.” tanya mbok Minah.
“Ayu? Nama yang bagus. Baiklah saya mau, nama itu sangat indah.” jawab perempuan itu senang.
“Baiklah Ayu, kamu boleh tinggal disini sampai kapanpun kamu mau.” ucap mbok Minah penuh perhatian.
“Terimakasih mbok. Bolehkah saya tanya sesuatu?” tanya Ayu penasaran.
“Boleh tentu saja, apa yang kau ingin tanyakan Nak?” tanya mbok Minah.
“Gubuk ini sangat sepi. Dimana keluargamu? Suami dan anak-anakmu?” tanya Ayu berhati-hati.
“Mereka.....” jawab mbok Minah sedih. Mukanya berubah muram. Beliau mulai menunduk, matanya berkaca-kaca, dan satu demi satu air matanya terjatuh membasahi tangan Ayu.
“Maafkan saya. Saya benar-benar tidak sengaja menanyakan hal itu. Saya telah membuat mbok bersedih.” ucap Ayu merasa bersalah.
“Tidak apa-apa. Saya memang selalu seperti ini bila mengingat mereka. Kejadian sepuluh tahun yang lalu itu, tidak akan pernah saya lupakan. Hubungan saya dan suami saya ditentang oleh keluarga suami saya, karena suami saya adalah keturunan kerajaan sedangkan saya hanya anak seorang petani yang tidak memiliki harta sedikitpun. Kemudian, secara diam-diam orang tua suami saya mengusir saya dari kerajaan dan membuang saya ke sini. Saat itu saya hanya membawa anak laki-laki saya. Waktu itu saya meninggalkannya di desa seberang. Saya tidak sanggup membesarkannya dengan kondisi saya seperti ini. Saya berharap ada orang baik yang menemukannya dan dapat merawat anak saya hingga besar nanti..” jawab mbok Minah getir.
“Lalu apakah mbok Minah tahu anak mbok sekarang?” tanya Ayu penasaran.
“Tidak, saya tidak tahu dimana dia berada. Beberapa tahun belakangan saya sudah mencoba mencarinya sampai ke desa seberang tempat dimana saya meninggalkan anak saya, tetapi tidak ada satupun orang yang tahu keberadaannya. Saya pun tidak tahu apakah dia masih hidup atau bahkan sudah mati.” jawab mbok Minah sedih.
“Sebenarnya saya memiliki dua anak.” lanjut mbok Minah.
“Lalu, dimana anak mbok yang satunya?” tanya Ayu penasaran.
“Sewaktu saya diusir dari kerajaan, anak saya masih bayi. Lalu saya memohon kepada orang tua suami saya untuk bersedia merawat anak saya itu paling tidak hingga dia dewasa. Awalnya mereka menolak, tapi saya terus memohon dan akhirnya mereka menyetujuinya. Saya pun tidak mengetahui bagaimana kabar dia sekarang.” jawab mbok Minah sedih.
“Maafkan saya mbok, mungkin saya terlalu ikut campur dengan urusan mbok. Saya tidak ingin melihat mbok bersedih seperti itu.” ucap Ayu menenangkan.
“Tidak apa-apa Nak. Saya merasa lega menceritakan ini semua padamu. Hari sudah larut malam, sebaiknya kamu beristirahat. Besok kita lanjutkan lagi percakapan ini.” pinta mbok Minah sambil menyelimuti tubuh Ayu dengan kain yang digenggamnya sejak tadi.
“Baik mbok.” ucap Ayu sambil berusaha memejamkan matanya.
Sudah hampir satu jam Ayu berusaha memejamkan matanya. Namun sepertinya matanya tidak bisa diajak kompromi, padahal rasa kantuk telah menderanya sejak tadi. Tiba-tiba terlintas di fikirannya tentang percakapannya tadi sore dengan mbok Minah. Sebenarnya dimana anak mbok Minah? Apakah dia masih hidup atau sudah mati?
Tanpa tersadar, secara perlahan Ayu mulai kehilangan kesadaran. Rasa kantuknya sudah tak tahan lagi dan dia berhasil memejamkan matanya dan tertidur pulas.
“Bunuh dia dan buang ke sungai. Jangan sampai ada orang yang tahu.” suruh seorang wanita yang mengenakan gaun yang sangat mahal dan indah kepada pengawalnya.
“Dasar wanita jahat dan tidak berperikemanusiaan. Benar dugaan saya, Anda memang tidak pantas menjadi ibu saya. Anda begitu licik dan tidak punya hati nurani. Dasar iblis.” ucap perempuan cantik yang berdiri di hadapannya.
“Plaakkkk....” sebuah tamparan mendarat tepat di pipi perempuan tersebut.
“Jangan banyak omong kamu. Tahu apa kamu tentang saya? Kamu itu hanya anak ingusan yang sok tahu. Kamu itu hanya anak kurang ajar yang ditinggal oleh ibumu sendiri. Ibumu saja tidak mengharapkan kehadiranmu, buktinya dia pergi tanpa membawamu.” ucap wanita itu.
“Jangan bicara macam-mcam tentang ibuku. Kau tidak tahu siapa dia. Jangan pernah menghina dia sedikitpun. Dasar wanita culas.” balas perempuan itu.
“Banyak omong kamu. Kalian, cepat bawa dia pergi dari sini dan bunuh dia.” ucap wanita itu dengan kasar.
“Baik Ratu.” jawab pengawal-pengawal itu sambil menarik lengan perempuan itu.
“Lepaskan aku. Kalian tidak berhak melakukan ini padaku. Aku akan melaporkan kalian pada ayahanda.” brontak perempuan itu sekuat tenaga.
“Tenanglah cantik, pengawal saya akan mempermudah kematianmu. Lagi pula ayah kamu tidak akan tahu tentang hal ini, karena dia sedang berada di kota sampai beberapa bulan ke depan. Nasibmu memang kurang beruntung sayang.” ucap wanita itu sambil menjambak rambut perempuan itu.
“Dasar wanita culas. Cuiiihhhhh....”
“Berani-beraninya kamu meludahi wajah saya. Pengawal cepet bunuh dia, saya sudah muak melihat wajahnya.” suruh wanita itu marah.
“Lepas... lepaskan... lepaskan aku... lepaaassss...”
“Ayu, bangun. Kamu kenapa teriak-teriak seperti itu?” tanya mbok Minah khawatir.
“Astagfirullah. Mimpi saya sangat aneh mbok.” jawab Ayu bingung.
“Memangnya kamu bermimpi apa sampai-sampai kamu berteriak seperti itu?” tanya mbok Minah penasaran.
“Saya bermimpi ada seorang perempuan bertengkar dengan seorang wanita yang memakai gaun yang sangat indah. Saya tidak bisa melihat wajah keduanya. Wajah mereka tidak terlihat jelas. Tetapi yang jelas wanita itu menginginkan perempuan itu mati. Dia menyuruh pengawalnya untuk membunuh perempuan itu. saya tidak tahu jelas apa maksud wanita itu.” cerita Ayu panjang lebar.
“Sudahlah Nak, mimpi itu kan hanya bunga tidur. Tidak perlu kamu fikirkan seperti itu. Lebih baik kamu fikirkan kondisimu saat ini. Bagaimana keadaanmu pagi ini?” tanya mbok Minah.
“Sudah lebih baik mbok dari yang kemarin.” jawab Ayu tersenyum.
“Syukurlah kalau begitu. Sekarang saya ingin pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Makananmu sudah saya siapkan di atas meja. Beristirahatlah yang cukup.” ucap mbok Minah perhatian.
“Bolehkah saya ikut mbok? Saya bosan hanya tiduran di tempat tidur saja.” pinta Ayu memohon.
“Tidak. Kamu tidak boleh ikut. Kamu masih butuh banyak istirahat. Saya tidak mau keadaan kamu bertambah parah.” ucap mbok Minah.
“Baiklah mbok. Kalau begitu hati-hati di jalan iya mbok.” ucap Ayu perhatian.
“Baiklah Nak.” ucap mbok Minah kemudian berlalu meninggalkan gubuk kecilnya yang sudah sangat rapuh.
“Hari ini, sedikit sekali kayu bakar yang saya dapat.” keluh mbok Minah sambil memanggul kayu bakar yang dia peroleh. Di perjalanan pulang, mbok Minah tidak sengaja mendengar percakapan beberapa pemuda yang sedang bercakap-cakap di sebuah gubuk di pinggir hutan.
“Jadi, anaknya Raja Abdullah hilang begitu saja dari kerajaan?” tanya pemuda itu pada temannya.
“Iya, tidak ada satupun orang yang mengetahui kepergiaannya termasuk ibu tirinya.” jawab pemuda di sebelahnya.
“Ada yang bilang kalau Tuan Putri Lestari itu dibunuh oleh ibu tirinya sendiri dan dibuang ke sungai. Tetapi mayatnya tidak ditemukan.” timpal seorang lelaki setengah baya yang ikut bercengkrama di gubuk itu.
“Permisi, maaf saya tidak sengaja mendengar percakapan kalian. Siapa yang sebenarnya kalian bicarakan?” tanya mbok Minah penasaran.
“Kami sedang membicarakan anak tunggal Raja Abdullah yang menghilang begitu saja mbok. Apakah mbok belum mendengar berita tersebut?” tanya pemuda itu.
“Raja Abdullah? Siapa dia?” tanya mbok Minah ingin tahu.
“Mbok ini bagaimana, Raja Abdullah adalah seorang Raja yang sangat tersohor di Negeri ini. Dia memiliki seorang putri yang sangaaaaatttt cantik, tetapi kini dia menghilang.” jawab pemuda disebelahnya.
“Memangnya mbok tidak mengenal Raja Abdullah?” tanya pemuda itu.
“Saya tidak mengenalnya. Mendengar namanya saja baru.” jawab mbok Minah.
“Memangnya kalian tahu kabar menghilangnya Tuan Putri darimana?” tanya mbok Minah ingin tahu.
“Tadi pagi, pengawal Raja Abdullah menyampaikan berita bagi siapapun yang berhasil menemukan Tuan Putri Lestari, maka dia akan memberikan hadiah satu karung emas.” jelas pemuda itu bersemangat.
“Satu karung emas? Itu sangat banyak.” tanya mbok Minah ragu.
“Iya memang, namun Raja Abdullah itu sangat menyayangi putri tunggalnya maka dia akan melakukan apapun untuk menemukan anak kesayangannya itu.” jawab pemuda itu meyakinkan.
“Baiklah kalau begitu, hari sudah mulai siang dan saya harus bergegas ke pasar untuk menjual kayu bakar ini. Saya permisi dahulu.” ucap mbok Minah.
“Hati-hati mbok.” ucap pemuda-pemuda itu hampir bersamaan.
Di sepanjang perjalanan menuju pasar, mbok Minah terus-terusan memikirkan berita yang tadi dia dengar dari pemuda-pemuda itu. Dia sepertinya mengenal nama itu. Raja Abdullah? Siapa dia sebenarnya? Dan mengapa mbok Minah tidak asing dengan nama itu?
“Kasian Raja Abdullah, pasti dia sedih kehilangan putri kesayangannya itu. saya tahu betul bagaimana rasanya kehilangan seorang anak. Bahkan saya telah kehilangan dua orang anak sekaligus.” ucap mbok Minah dalam hati.
0 comments:
Posting Komentar