hthtththth. Diberdayakan oleh Blogger.

Hanya Tinggal Kenangan #Part2


“Eh tau ga, tadi kan gw lewat depan ruang guru, terus gw denger kalau ada anak baru hari ini, cowo lagi, pindahan dari Bandung.”
“Siapa namanya?”
“Gak tau, tapi kayaknya sih cakep.”
Begitu lah suasana kelas ku di pagi hari. Ada yang bergosip, ada yang tidur, dan beberapa sedang membaca buku seperti laki-laki berkacamata di sebelah ku ini, Teddy. Setiap ada waktu senggang, Teddy memang selalu menyempatkan waktu untuk membaca buku. Baginya membaca buku adalah kebutuhan primer sama seperti makan dan pakaian.
Pukul sudah menunjukkan pukul 7 tepat. Tetapi ibu Susan, guru biologi kami belum juga menampakkan diri. Padahal jam sekolah sudah dimulai sejak setengah jam yang lalu. Belum sempat saya bernafas, bu Susan sudah menampakkan dirinya. Dengan mengenakan setelan pakaian berwarna biru muda dengan langkah mantab dia berjalan ke arah mejanya.
“Pagi anak-anak.” Sapa bu Susan ramah. Beliau memang salah satu guru teramah di sini. Maka dari itu semua anak yang di ajar oleh dia pasti semangat belajar.
“Pagi bu.” Jawab anak-anak kompak.
“Sebelum memulai pelajaran, ibu akan mengenalkan kalian dengan murid baru pindahan dari Bandung.”
“Elang, silahkan masuk.” Betapa kagetnya aku melihat sesosok laki-laki berambut ikal berjalan ke depan kelas dan berdiri di samping bu Susan. Wajah menyebalkan itu ada di hadapan ku sekarang. Mata ku dengan dia bertatapan. Sengaja aku menatpnya dengan sinis menandakan bahwa aku benar-benar marah padanya karena tingkahnya kemarin.
“Sha, itu bukannya cowo yang...”
“Aku harus kasih pelajaran ke dia.”
“Udahlah sha jangan cari perkara deh, ini kan sekolah.”
“Aku gak peduli.” Teddy hanya geleng-geleng kepala mendengar jawaban ku yang keras kepala. Dia sudah tau dengan sifat buruk ku yang keras kepala ini. karena itu dia tidak akan membantah ucapan ku lagi, karena dia pasti akan kalah jika berdebat dengan ku.
“Baiklah lah Elang, kamu duduk di situ di depan Tisha.”
“Terimakasih bu.” Dengan wajah konyol dia berjalan ke arah ku. Tatapannya masih sama seperti tadi. Dia memang cowo yang gak merasa bersalah. Tekad ku sudah bulat untuk memberi dia pelajaran sampai dia kapok dan bersujud minta maaf pada ku.
“Baiklah anak-anak kita mulai pelajarannya. Buka halaman 75.”
Pelajaran pertama ini sangat membosankan dan terasa lama sekali. Aku udah muak melihat cowo yang duduk di depan ku ini. Rasanya ingin aku jambak rambutnya dan menyeretnya ke lapangan. Sadis memang. Tapi itu memang pantas di dapatkan cowo yang gak punya perasaan ini.
Empat jam telah berlalu dengan sangat menyebalkan. Bel tanda istirahat sudah berbunyi, tetapi ada yang aneh. Siswa laki-laki sudah berhamburan ke luar kelas menuju kantin sekolah yang terletak di lantai satu. Tetapi tidak dengan siswa perempuannya. Mereka malah mendatangi kursi tempat Elang duduk dan mengajaknya mengobrol. Ada yang menanyakan rumahnya, nomor teleponnya, dan segala macam yang membuat saya lelah mendengarnya. Karena sudah tidak tahan lagi dengan tingkah perempuan-perempuan genit, cepat-cepat aku mengambil langkah seribu dan meninggalkan kelas.
“Tisha.” Baru sampai depan kelas, aku mendengar seseorang memanggil nama ku. Dan sepertinya aku tau siapa dia. Dengan wajah kesal aku menoleh ingin mengetahui apa yang di inginkan cowo itu.
Semua mata perempuan yang ada di kelas ini berubah sinis menatap ku. Seakan-akan aku ini santapan yang siap mereka terkam. Cepat-cepat aku mengalihakan perhatian ku pada cowo ngeselin itu. Dia mencoba keluar dari kerumunan itu, berjalan menghampiri ku, kemudian menggenggam lengan ku dan menarik ku ke pojok ruangan dekat kamar mandi.
“Gak ada kapoknya ya lu bikin gw marah. Mau apa sih lu?”
“Gw juga mau bilang, maaf ya cantik gw udah buat lu kesal.”
Setelah mengucapkan kalimat itu dia pergi meninggalkan aku sendiri yang berdiri mematung. Wajahku yang semula emosi kini berubah menjadi merah karena tersipu. Mata ku terus tertuju pada cowo ngeselin itu sampai pundaknya hilang di belokan koridor.
“Sha, kenapa muka kamu merah begitu?” Tanya Teddy tiba-tiba yang sontak membuat aku kaget dan bingung harus jawab apa. Aku hanya terdiam dan bengong untuk mengalihkan perhatian Teddy.
“Eh dia malah bengong. Kamu kesambet ya sha?”
“Enak aja kamu kalau ngomong.” Jawab ku sambil manyun.
“Jangan ngambek dong. Lagian kamu ditanyain malah diem aja, bengong lagi. Kamu kenapa sih? Dari tadi aku ngeliatin kamu loh, abis ngobrol sama si Elang muka kamu langsung merah begitu.”
“Eh.. ehm..” Aku salah tingkah mendengar pengakuan Teddy barusan.
“Tuh kan sekarang ngomongnya malah terbata-bata gitu, kenapa sih? Dia gangguin kamu lagi? Bilang sama aku nanti biar aku hajar dia. Beraninya dia gangguin kamu.”
“Eh gak kok gak, dia gak gangguin aku. Beneran.”
“Ehm aku ke kantin dulu ya, laper nih.” Ucap ku sambil berlalu. Aku takut Teddy memperpanjang pembicaraan ini. aku gak mau Teddy tau apa yang diucapkan Elang pada ku tadi. Biar hanya aku, Elang, dan Tuhan yang tau.

***

“Kenapa ya aku gak bisa lupain kata-kata si Elang tadi? Padahal aku yakin kalau dia itu cuma asal ngomong aja. Haduuhhh please deh sha lupain cowo ikal yang ngeselin itu. Lupa, lupa, lupaaaa...”
“Tisha, ayo makan dulu sayang.” Suara mama memanggil ku untuk makan malam. Memang menjadi kebiasaan di keluarga ku untuk makan malam bersama sambil berbincang mengenai kegiatan tadi siang. Harus ada saling keterbukan antara anggota keluarga, begitulah kata papa.
“Iya ma, nanti Tisha nyusul.”
“Jangan lama-lama ya sayang, papa sama kak Aldi udah nunggu dari tadi.”
“Iya ma.”

*** 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info