hthtththth. Diberdayakan oleh Blogger.

Hanya Tinggal Kenangan #Part3

Suasana di meja makan malam ini sunyi banget. Gak seperti biasanya. Hanya terdengar suara dentingan gesekan sendok, garpu, dan piring makan. Papa sibuk berkutat dengan makanan yang ada di piringnya. Tidak jauh berbeda dengan mama dan kak Aldi. Gak seperti biasanya kak Aldi diam begitu. Pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan. Eh bukan hanya kak Aldi aja yang menyembunyikan seuatu sepertinya, tingkah mama dan papa juga tidak kalah berbeda dari tadi.
Makanan di piring ku udah hampir habis, tetapi sepertinya tidak ada tanda-tanda ada yang ingin angkat bicara. Jenuh dengan keadaan seperti ini, aku letakkan sendok dan garpu di piring. Aku tatap mama, papa, dan kak Aldi secara bergantian. Dan aku semakin yakin kalau mereka menyembunyikan sesuatu.
“Ma, Pa, Kak Aldi. Kalian kenapa sih? Dari tadi diem aja.”
“Loh emang kita harus bagaimana sha?” Tanya papa tidak merasa bersalah telah mendiamkan ku dari tadi.
“Kenapa gak ada yang memulai pembicaraan seperti biasanya? Pasti ada yang kalian sembunyikan deh. Siapa yang mau jelasin ke aku.”
“Ehm, mama aja deh yang jelasin.”
“Papa aja deh.”
“Kalau gak kamu aja deh di.”
“Gak mau ah, kenapa gak papa aja, kalau gak mama aja tuh.”
“Ini kenapa malah di lempar-lempar gini sih? Ayo jelasin ke Tisha ada apa sebenarnya?”
“Ehm, baiklah papa akan jelasin ke kamu. Tapi janji ya kamu jangan marah sama papa.”
“Kenapa juga aku harus marah sama papa, yaudah ayo jelasin ke Tisha ada apa sebenarnya?”
“Papa baru aja tanda tangan kontrak bisnis dengan salah satu perusahaan dari Australia.”
“Wah itu mah kabar bagus dong pa, kenapa harus di sembunyiin dari Tisha?”
“Tapi masalahnya, papa akan tinggal beberapa bulan di sana dan sepertinya mama akan ikut untuk menemani papa.”
“Tapi kak Aldo tetap di sini kan pa?” Kabar yang benar-benar buruk. Aku memang senang mendengar kabar kalo papa udah menandatangani kontrak dengan salah satu perusahaan dari Australia, tapi kalau harus di tinggal beberapa bulan kayak gini aku juga mau.
“Itu juga yang jadi masalah dek. Aku di tawarin beasiswa untuk kuliah ke Jerman, gak tau kebetulan atau gak keberangkatan aku bersamaan sama keberangkatan papa dan mama.”
Satu kabar yang membahagiakan sekaligus menyebalkan hari ini. Kak Aldo emang pintar banget, terbukti dia bisa dapetin beasiswa ke Jerman sesuai dengan impian yang dia harapkan. Aku juga turut bahagia dengernya. Tapi di lain sisi, aku juga harus kehilangan dia dan bertepattan dengan kepergian mama dan papa ke Australia. Sungguh amat tragis kabar yang aku dapat di malam ini.
“Terus aku di rumah sendirian gitu? Kok kalian jahat sih ninggalin aku sendirian?”
“Maaf sayang, tapi keadaannya memang kayak gini. Kan ada mbok Inah yang bisa nemenin kamu, kalau gak minta temenin Teddy aja sayang, pasti dia mau nemenin kamu.”
“Gak tau deh ma. Aku ke kamar duluan ya, capek.” Udah males banget lagi ngelanjutin pembicaraan di meja makan ini. Sambil berlari menuju kamar, aku sekilas mendengar suara mama dan papa yang memanggil nama ku. Tapi aku tidak memperdulikannya.
Sampai di kamar, aku sudah tidak tahan lagi menampung air mata di pelupuk mata ku. Bukannya aku cengeng, tapi dari kecil aku tidak pernah terpisahkan dari mereka. Dan kali ini adalah kali pertama aku harus di tinggal pergi mereka dalam waktu yang tidak sebentar. Dengan masih berlinang aku mengambil ponsel ku dan memencet sederetan nomor telepon yang sudah aku hafal di luar kepala.
“Ha.. lo...” Suara ku bergetar menahan tangis.
“Tisha kamu nangis? Kenapa?”
“A.. ku...”
“Sekarang tenangin diri kamu dulu. Atur nafas, terus ceritain kamu kenapa.”
“Mama sama papa ada bisnis di Australia, terus kak Aldo dapat beasiswa ke Jerman.”
“Wah kabar bagus dong itu sha. Terus kenapa kamu malah nangis? Harusnya kamu seneng dong.”
“Ihh Teddy kamu gimana sih? Itu artinya kan aku bakalan di tinggalin sendirian, kamu kan tau dari kecil aku gak pernah di tinggalin sendirian sama mereka.”
“Jangan manja deh sha. Kamu udah gede, bentar lagi 17 tahun masa karena cuma di tinggal beberapa bulan aja kamu nangis kayak gitu. Kamu fikir deh sha, itu kan kesempatan baik buat mama, papa, sama kakak kamu. Kesempatan itu gak akan datang dua kali kan? Lagi pula kan masih ada mbok Inah, aku juga mau kok nemenin kamu sha.”
“Terus gimana acara ulang tahun ku bulan depan? Masa aku harus ngerayain ulang tahun tanpa mereka? Kan kamu juga tau kalau mama, papa, dan kak Aldo sangat berarti dalam hidupku.”
“Iya aku tau. Sangat tau. Sha, dengerin aku ya. Kamu harus berfikir rasional jangan mementingkan urusan kamu aja, masa cuma karena kamu takut mereka gak datang di acara kamu, mereka harus membatalkan semua planning yang udah tersusun? Gak adil sha buat mereka? Kamu ngerti kan maksud aku?”
“Iya aku ngerti.”
“Yaudah sekarang kamu tidur. Aku tau kamu pasti bisa ngambil keputusan yang benar. Nice dream sha.”

***

“Kalau gitu kita batalkan saja ma, kepergian kita.”
“Tapi, papa kan udah terikat kontrak mana bisa papa membatalkannya begitu saja. Biar mama yang ga usah pergi pa.”
“Mama sama papa pergi aja, Tisha gak apa-apa kok di rumah sendirian. Kan ada mbok Inah.”
“Tisha? Kamu yakin?”
“Yakin pa.”
“Makasih ya sayang kamu udah ngertiin mama sama papa. Mama bangga sama kamu.”
“Iya ma sama-sama. Sukses ya buat kak Aldo, nanti jangan lupa main-main ke Indonesia dan hubungin aku.”
“Iya dek, pasti.”
“Yaudah aku berangkat sekolah dulu ya ma, pa.”
“Hati-hati ya sayang.”

***


“Ma, pa, jangan lupa ya telepon aku kalau udah sampai.”
“Pasti sayang, kamu jaga diri baik-baik ya dan salam buat Teddy.”
“Iya ma.”
“Papa berangkat dulu ya sayang.”
“Hati-hati ya pa.” Sedih rasanya harus melihat mereka pergi meninggalkan aku sendiri. Air mata ku kembali berlinang. Dengan langkah gontai aku berjalan menuju pintu keluar bandara. Karena tidak konsentrasi, aku menabrak seseorang hingga barang bawaannya terjatuh. Cepat-cepat aku membantunya merapikan barang bawaannya yang berserakan di lantai.
“Maaf, saya tidak sengaja.”
“Gak apa-apa. Loh kamu?” Ternyata orang yang aku tabrak adalah Elang. Mau apa dia di sini? Tapi sikapnya sangat berbeda. Dia begitu lembut dan ramah tidak seperti sebelumnya.
“Elang? Kok kamu ada di sini?”
“Ehm iya, aku baru aja nganterin mama yang mau ke London menyusul papa. Kamu sendiri ngapain di sini?”
“Sama, aku juga abis nganterin mama sama papa.”
“Pantes mukanya sembab begitu.” Elang berkata seperti itu sambil tersenyum. Hah? Elang senyum? Baru kali ini aku melihatnya tersenyum. Senyum yang tulus dan terlihat manis. Aku baru tau dia punya senyum semanis itu yang mampu meruntuhkan kebencian ku padanya.
“Terkagum-kagum ya liat senyum ku?”
Aku tersontak mendengar pertanyaan Elang barusan. Darimana dia tau kalau aku kagum melihat dia tersenyum seperti itu?
“Jangan kepedean deh jadi orang.” Jawab ku ngeles.
“Udah lah lupain aja. Kamu lapar gak? Kita makan dulu yuk.”
“Ehm boleh deh.”

   /***

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info