hthtththth. Diberdayakan oleh Blogger.

Hanya Tinggal Kenangan #Part6

“Nganterinnya sampai sini aja lang.”
“Kamu yakin?”
“Iya, danaunya di depan situ kok. Nanti biar aku pulang sama Teddy. Oh ya ini jaket kamu.”
“Gak usah, kamu pake aja. Ini udah malem nanti kamu kedinginan. Yaudah aku pulang ya, kamu hati-hati. Kalau udah sampai rumah, sms aku ya.”
“Iya sayang.”
Setelah Elang menjauh, aku menelurusi jalan setapak di tengah malam ini. aku terlambat satu jam, semoga saja Teddy masih menunggu ku di sana.
Danau ini sudah sangat sepi. Hanya terdengar suara binatang-binatang malam dan desir angin yang membuat bulu kuduk merinding.
“Kamu telat satu jam.” Suara Teddy mengagetkan ku.
“Ya ampun  Teddy, kamu ngagetin aku aja.”
“Kenapa telat?”
“Ehm.. aku...”
“Jaket siapa yang kamu pakai? Setau aku, kamu gak suka pake jaket semacam itu.”
“Ini jaket.. Elang..” Aku berbicara sangat hati-hati.
“Jadi kamu telat karena abis jalan sama Elang. Kamu lebih mentingin jalan sama dia dibanding ketemu sama aku.”
“Maafin aku Ted, aku ga bermaksud kayak gitu.”
“Kamu tau gak kenapa aku gak suka kamu deket sama Elang? Karena aku takut kamu suka sama dia dan bahkan kalian sampai jadian.”
“Loh memangnya kenapa kalau aku jadian sama Elang? Apa itu salah?”
“Apa kamu memang udah jadian sama dia?”
“Iya, tadi dia nyatain perasaannya ke aku.”
“Ok bagus.”
“Terus apa sih urusannya sama kamu?
“Aku cemburu.”
“Kamu... cem...”
“Iya aku cemburu. Sekarang kamu udah tau kan kenapa aku gak suka kamu deket sama Elang. Karena aku cemburu sha. Hati aku sakit ngeliat kamu deket-deketan kayak gitu sama Elang. Aku jauh lebih lama mengenal kamu sha, tapi kenapa dia yang bisa milikin hati kamu. Betapa hancurnya sha perasaan aku saat ini. Kamu gak akan pernah tau gimana rasanya.
“Ted..”
“Aku sayang sama kamu sha semenjak pertama kali kita ketemu di tempat ini. Saat kamu jatuh dari sepeda roda dua mu itu. Anak perempuan yang gendut dan lugu menangis di pinggir danau. Jujur saat itu hanya rasa kasian yang aku rasakan. Tapi hari demi hari berganti begitu cepat sha. Dan begitu cepat pula perasaan ku ini berubah dari rasa kasian menjadi rasa sayang sampai saat ini. Anak perempuan itu kini tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik, berkulit putih, dan berambut panjang. Dan kini anak perempuan itu telah di miliki oleh seorang laki-laki dan itu bukan aku, anak laki-laki yang menjadi pahlawan anak perempuan itu.”
Tetes demi tetes air mata membasahi pipi ku. Sebuah pengakuan yang begitu menyesakkan hati. Teddy, orang yang selama ini aku anggap sahabat yang selalu menjadi pelindung ku menaruh hati pada ku tanpa aku tau sebelumnya. Kenapa aku harus tau dengan cara seperti ini? Kenapa harus aku yang menyakiti hati sahabat ku sendiri? Kenapa harus aku?
“Udah lah sha, kamu udah tau semuanya. Aku gak bisa tetap di samping kamu menjadi sahabat mu lagi. Mungkin aku mau menjauh dari mu untuk bisa menyembuhkan hati luka ini sha.
“Tapi Ted.. kamu... Ted, andai aja aku tau ini sebelum aku jadian sama Elang.”
“Kalau kamu tau tentang perasaan aku ini sebelum kamu jadian sama Elang, emangnya kamu bakalan ngebahas perasaan aku ini?”
“Ehm tapi setidaknya...”
“Sha udah cukup. Aku gak mau perpanjang masalah ini lagi. Maaf aku ga bisa nganterin kamu pulang. Kamu hati-hati ya pulangnya.”
“Ted.. Teddy.. tunggu..”
Teddy tidak bergeming sedikit pun. Dia tetap melangkah pergi meninggalkan ku sendiri di tengah malam seperti ini. Aku merasa bersalah telah menyakitkan hati Teddy, sahabat ku sendiri. Walaupun aku tidak bermaksud menyakitkan hati dia, tetap saja sumber masalah ini adalah aku.
Aku terduduk lemas di rerumputan pinggir danau. Memandang air danau yang bercahaya karena terpaan sinar bintang. Suara binatang-binatang malam makin terdengar jelas di telinga. Hari juga semakin malam. Jam di pergelangan tangan ku telah menunjukkan pukul 11 malam. Hanya kurang 1 jam lagi, umurku akan bertambah 17 tahun.
Dengan langkah gontai dan mata sembab, aku menelurusi langkah setapak menuju rumah ku yang terletak tidak jauh dari danau itu. Perumahan dimana aku tinggal sudah sangat sepi. Hanya terlihat dua satpam yang berjaga-jaga di pos. Bergegas aku membuka gerbang rumah ku dan langsung masuk ke rumah menaikki tangga menuju lantai dua rumah ke dimana kamar ku berada.
Hari ini begitu sangat melelahkan. Aku tidak sanggup lagi menopang tubuh ku. aku hempaskan tubuh ku di kasur ku yang empuk itu. Dengan sprai bermotif bunga-bunga aku mengumpat di balik bantal. Air mata ku kembali menetes membasahi bantal. Posisi ku tidak berubah sampai keesokan harinya.

***

Sebuah kue tart tersaji di atas meja di tambah dengan lilin berangka 1 dan 7. Teman-teman yang udah aku undang sudah pada berdatangan termasuk Elang.  Tapi sosok laki-laki berkacamata belum juga terlihat. Entah dia akan datang atau tidak karena kejadian semalam. Tapi aku tetap berharap dia datang mengucapkan selamat ulang tahun untuk ku, sahabatnya.
“Sayang, kok kamu malah bengong di sini sih? Yang lain udah nunggu kamu tuh, tiup lilinnya dulu yuk.”
“Tapi Teddy belum datang lang.”
“Mungkin dia kena macet kali. Kamu udah coba hubungin ke nomornya?”
“Belum, aku ga berani lang.”
“Loh kenapa? Kamu lagi berantem sama dia?”
“Ya begitu lah.”
Elang tidak berani melontarkan pertanyaan lagi. Sepertinya dia tau kalau aku sedang ingin sendiri. Ya walaupun kondisinya tidak tepat.
Hari ini adalah hari ulang tahun ku. Dan malam ini harusnya aku senang karena orang-orang aku sayang termasuk Elang hadir di sini untuk merayakannya bersama ku. Tapi aku tidak merasakan kebahagiaan itu. mungkin karen tidak ada Teddy di sini mendampingi ku. Padahal dia berjanji akan selalu menemani ku sampai kapan pun. Mungkin dia sudah lupa akan janjinya sendiri.
Ponsel Elang berbunyi. Setelah berpamitan kepada ku dia pergi mencari tempat yang sepi kemudian yang mengangkat teleponnya. Dari tempat ku sekarang aku masih bisa memantau Elang. Aku melihat raut mukanya yang tiba-tiba berubah. Mukanya pucat dan sangat tegang. Dia memutuskan teleponnya dan berjalan ke arah ku dengan lemas. Dia berlutut di hadapan ku, mencoba mencari kata-kata yang pas untuk mengatakannya pada ku.
“Kamu.. kenapa lang?”
“A.. ku... aku...”
“Lang, kamu jangan buat aku panik deh. Siapa yang nelepon kamu? Terus kenapa kamu jadi tegang begini?”
“Aku.. dapet kabar dari.. keluarganya Teddy. Kalau Teddy...”
“Teddy kenapa lang? Teddy kenapa?”
Aku menggoyang-goyangkan tubuh Elang ingin segera tau apa yang terjadi dengan Teddy. Tanpa terasa air mata ku terjatuh membasahi pipi ku.
“Lang, jawab!”
“Teddy.. Teddy kecelakaan sha dan kondisinya sekarang kritis.”
“Apa?”
Dunia terasa hancur berantakan. Terulang kembali rekaman masa-masa indah bersama Teddy. Sahabat ku dari kecil yang selalu menjadi pahlawan ku di mana pun. Saat ini aku mendengar kabar kalau dia kecelakaan dan kondisinya kritis. Baru kemarin aku melihat dia. Wajahnya yang kecewa dengan ku, dengan perasaannya, dan keadaan. Aku sudah gak sanggup lagi. Mata ku kunang-kunang. Aku pingsan.

***

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info