hthtththth. Diberdayakan oleh Blogger.

Kesaksian Kebun Teh #Part 2

2
Setelah perhelatan pelepasan siswa-siswi minggu kemarin, saatnya hari ini aku dan Aldi akan meninggalkan kota yang melahirkan kita, membesarkan kita, dan membuat kita sampai sekarang ini. Aku senang bisa masuk ke perguruan tinggi yang aku idam-idamkan, apalagi bareng sama sahabat ku yang paling jenong itu. Tapi yang paling memberatkan kepergian ku hari ini adalah keluarga, mama, papa, kak Lisa, dan mbok Minah. Selama ini aku belum pernah berjauhan dari mereka.
“Aku pasti bakal kangen banget sama kalian.” ucap ku sedih.
“Kakak juga pasti kangen banget sama adik kakak yang paling bawel ini.”
“Ihh kakak mah, masih aja ya ngajakin berantem.”
“Udah-udah, mau pergi jauh masa malah berantem. Kamu baik-baik ya sayang di sana, jaga kesehatan dan jangan sampai telat makan, nanti asam lambung kamu naik lagi.”
“Iya mama ku sayang.” ucap ku sambil memeluk mama.
Terdengar suara bagian informasi memberitahukan bahwa bis yang akan kita tumpangi akan segera berangkat. Dan bagi penumpang termasuk aku dan Aldi harus segera memasuki bis itu.
“Yaudah sayang, kamu segera masuk ke bis ya, daripada kamu ketinggalan nanti.” ucap ayah sambil mengelus-ngelus rambut ku.
“Tapi...”
“Sayang, dengerin mama. Jakarta-Bandung itu deket lho. Kan kalau kamu gak bisa pulang, mama, ayah, atau kak Lisa bisa main ke tempat kamu di Bandung. Yang penting kamu tuntut ilmu yang benar di sana. Ini kan impian kamu sama Aldi.”
“Iya deh, mama sama ayah, sama kak Lisa juga janji ya harus jaga diri baik-baik.”
“Iya bawel.” jawab kak Lisa sambil mengacak-acak rambut ku.
“Tante Lidia sama Om Taufik aku sama Aldi pamit dulu ya. Titip mama, ayah, sama kak Lisa.”
“Iya sayang, pasti tante jagain deh mama sama ayah kamu.” jawab tante Lidia sambil mencium kening ku.
“Aldi, titip anak tante ya. Tolong jagain dia.”
“Siap tante.” jawab Aldi sambil mengangkat tangannya bersikap hormat.
Setelah berpamitan dengan semuanya aku dan Aldi bergegas masuk ke dalam bis. Aku berjalan mendahului Aldi yang berjalan di belakang ku. Di dalam bis aku memilih bangku di dekat jendela agar bisa melihat pemandangan yang ada di luar.
Perlahan-lahan bis melaju dan pergi menuju kota Paris van Java. Tanpa sadar aku meneteskan air mata dan menangis sesenggukan. Aldi yang sedang tertidur bangun dan menyadari aku menangis.
“Din lu kenapa? Aduh jangan nangis dong, kan lu tau gw paling gak bisa liat cewe nangis.” tanya Aldi bingung.
Bukan menjawab pertanyaan Aldi, tangisan ku malah bertambah kencang. Tak tau apa yang membuat hatiku kacau seperti ini.
“Aduh din, kok malah tambah kenceng nangisnya. Nanti gw di sangka ngapa-ngapain lu lagi. Sini-sini.”
Aldi merangkul ku dan mencoba menenangkan ku. Cuma ini, cuma pelukan Aldi yang selalu bisa membuat ku tenang dan merasa nyaman. Tak sadar aku ketiduran di pundaknya.
“Din, dah sampai nih.”
Satu jam tiga puluh menit, waktu yang kami tempuh untuk sampai di kota ini. Kota yang masih sama dengan sepuluh tahun yang lalu saat terakhir kali aku bertandang ke sini bersama keluarga ku.
Udara sejuk berhembus merasuk terasa sampai ke tulang rusuk. Meteran hektar kebun teh tampak dari kejauhan menambah keindahan mata. Mata ku berkeliling menikmati keindahan kota ini. Aku terpaku pada sesosok laki-laki berambut ikal yang sedang membidik kameranya ke arah ku. Siapa dia, pikir ku.
“Din, helloooo. Kok bengong sih?” tanya Aldi membuyarkan lamunan ku.
“Eh gak kok, cuma lagi menikmati udara di sini aja.”
“Ohh, yaudah yuk kita ke kostan. Capek banget nih gw pengen tidur. Dari tadi kan gw gak tidur, jagain lu mulu.”
“Aaahhh Aldi baik banget syihhh.”
“Ngeledek deh. Udah ayooo...”
Aldi menarik lengan ku. Aku hanya pasrah ditarik seperti itu. Tetapi mataku tidak pernah terlepas dari sosok laki-laki itu. Dia masih saja membidikkan kameranya ke arah ku. Tidak berapa lama dia melepaskan kamera dari wajahnya dan menyunggingkan senyum ke arah ku. Manis sekali senyum itu. Setelah itu dia membalikkan badannya dan berjalan menjauh.
Aku senyum-senyum sendiri teringat kelakuan unik laki-laki tadi. Teringat senyumnya yang manis dan rambutnya yang ikal, cocok sekali dengan wajahnya yang oriental.
“Eh, lu kenapa senyum-senyum sendiri kayak gitu?” tanya Aldi heran.
“Disangka orang gila lu nanti.”
“Eh gak kok, tadi ngeliat badut lucu banget hehehe.”
“Badut? Bukannya lu takut sama badut?”
“Hah badut? Mana badutnya?”
“Hahahahhaha...”
“Aldi mana badutnya? Kok malah ketawa sih? Ngeselin deh.”
“Hahaha lu tuh aneh banget sih din. Tadi di bis tiba-tiba nangis, terus sekarang lu senyum-senyum sendiri. Gw tanya kenapa senyum lu bilang abis ngeliat badut lucu banget. Gw ingetin kalau lu takut badut, lu malah ketakutan beneran kayak gini. Lu stres iya?”
“Huh sialan. Jahat banget sih ngatain gw stres. Dasar jenong yang gak punya perasaan.”
“Mana ada jenong punya perasaan. Dasar pesek.” ucap Aldi sambil mengacak-acak rambutku. Kebiasaan buruknya si jenong nih.
“Iiihh jangan diacak-acak, berantakan tauuu.” teriak ku kesal.

“Bodoooo... wleeeee”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info