hthtththth. Diberdayakan oleh Blogger.

Kesaksian Kebun Teh #Part 1

1
“Assalamualaikum”
“Iya tunggu sebentar.”
Dengan masih mengenakan baju tidur dan memeluk boneka kesayangan, aku bergegas berlari menuruni tangga rumah. Siapa yang bertandang ke rumah pagi-pagi begini, pikirku.
Sesampainya di depan pintu, aku coba melihat dari balik jendela. Pak pos ternyata. Untuk apa beliau pagi-pagi begini sudah sampai depan rumahku? Ehm yang pasti dia membawa surat untukku. Pikirku sambil tersenyum.
“Waalaikumsalam” jawab ku setelah pintunya terbuka.
“Ada perlu apa ya pak?” tanya ku.
“Apakah benar ini rumah Adinda Permata Sari? Saya membawa surat untuknya dari SMA Pelita Harapan.”
“Iya saya Adinda. Astaga, jangan-jangan itu surat kelulusan ya pak?” tanya ku senang bercampur deg-degan.
“Iya betul sekali, silahkan adik tanda tangan di sini.” jawab pak pos sambil menyodorkan secarik kertas.
“Ini suratnya. Ehm kalau begitu saya pamit dulu ya dik, maaf sudah mengganggu pagi-pagi.”
“Sama-sama pak.”
Mendadak tangan ku gemetaran memegang surat ini. Di tangan ku adalah keputusan akhir selama aku bersekolah di SMA itu. Apakah aku lulus?
Dengan tangan masih gemetaran, aku segera menutup pintu rumah dan berlari ke kamar. Aku letakkan surat itu di atas kasur. Rasanya tidak sanggup untuk membuka surat itu. Tapi siapa lagi yang akan membuka surat itu jika bukan aku. Tak ada orang lagi di rumah selain aku.
Setengah jam, satu jam, bahkan dua jam kemudian aku tidak beranjak dari tempat ku. Akhirnya aku memutuskan untuk membuka surat itu. Dengan menutup mata aku coba membuka perlahan surat itu. Aku meraba tulisan yang ada di surat itu seperti layaknya membaca huruf braille. Namun gagal. Jelas saja tidak bisa, itu bukan huruf braille yang dapat diraba. Aku buka mataku perlahan. Aku lihat huruf di surat itu satu persatu. L-U-L-U-S.
“Yah, aku lulus. Eh tunggu dulu, aku lulus? Aku lulus? Bener nih? Ya Allah makasih.”
Aku lompat-lompat sangking senangnya. Tiba-tiba aku teringat akan sesuatu. “Aldi”
Aku bergegas kembali berlari ke bawah dan pergi ke rumah yang ada di seberang rumah ku. Rumah Aldi, sahabat ku dari kecil. Kami sangat akrab, bahkan tak sedikit yang menganggap kita itu pa-ca-ran. Padahal kita kan emang udah sahabatan dari kecil bahkan pada saat kita di dalam perut, karena mama aku sama tante Lidia, mamanya Aldi sudah bersahabat sejak mereka duduk di bangku perkuliahan. Begitupun  ayah aku dan Aldi.


Sesampainya di depan rumah Aldi, aku langsung membuka pintu pagarnya dan masuk menuju kamarnya. Aku memang sudah biasa masuk kamar Aldi tanpa izin hehehe. Tidak heran kalau dia suka marah sama aku karena kelakuan ku yang satu ini.
“Jenooonnggg... Kok dia udah gak ada di kamar? Biasanya jam segini dia belum bangun.”
“Ahh, aku tau dia dimana.”
Aku berlari menuju taman belakang rumahnya. Ini tempat favorit jenong, eh Aldi maksudnya. Jenong itu nama panggilan yang aku hunjukkan untuk sahabat ku yang jidatnya lebaaaaarrrrr banget kayak lapangan bola hehehe.
“Tuh kan bener dia ada di situ.” ucap ku dalam hati.
“Woyyy...”
“Eh lu sek.”
“Kok gitu doang sih responnya, biasanya lu marah-marah kalau kenyamanan lu di ganggu. Tapi kok, tapi kok lu gak marah sih? Lu sakit ya atau lu lagi galau? Apa lu laper? Atau.....”
“Berisik banget sih lu.” omel Aldi sambil membekap mulut ku. Dia berhasil membuat ku tutup mulut dalam sekejap  dan tak bisa berkomentar lagi.
Aku berontak meminta Aldi melepaskan telapak tangannya dari wajahku. Aku sesak napas karena dibekap seperti itu.
“Tapi janji jangan nyerocos mulu kayak petasan.”
Aku hanya bisa mengangguk-angguk.
“Hahh.... Gila lu ya, kalau tadi gw mati gimana karena gak bisa napas?”
“Lebay lu.”
“Lu kenapa sih nong? Muka lu suntuk banget.”
“Nah lu ngapain ke sini, masih pake baju tidur lagi.”
“Eh iya, jadi malu. Oh iya gw lupa, gw dapet ini.” teriak gw sambil menunjukkan surat pengumuman kelulusan.
“Apaan tuh?”
“Emang lu gak dapet?”
“Dapet sih. Surat pengumuman kelulusan kan?”
“Iyaaa jenooonnggg, lu bener banget.”  jawab ku penuh semangat.
“Ooohhh...”
“Oh? Lu cuma bilang oh?” tanya ku heran.
“Terus?”
“Kok lu ngeselin banget sih nong. Iya gimana hasilnya? Lu lulus apa gak?” tanya ku penasaran.
Aldi tertunduk lemas. Aku heran melihat dia seperti itu. Apa jangan-jangan? Ah gak mungkin. Aku berusaha menampik pikiran-pikiran negatif dari otakku. Aldi itu anaknya kan pinteeeeerrrr banget, aku aja minta ajarin dia waktu ujian hehehe.
“Yaudah lah di, emang belum saatnya kali.” aku coba menenangkan sahabat ku itu.
“Ehmm, kalau perlu gw mau kok nemenin lu buat ngulang lagi. Biar lu ada temennya.” lanjut ku.
“Serius?” tanya Aldi senang.
“Serius dong, gw kan gak mau liat lu sedih kayak gitu. Lu kan sahabat gw, masa iya gw tega ngeliat lu nanggung ini semua sendiri.”
“Oke, kalau gitu lu aja yang ngulang, orang gw lulus sih. Wleeee.” ledek Aldi sambil berlari ke dalam rumah.
“Jenooooooonnngggg, awas lu ya?” jawab ku sambil berlari menyusul Aldi.

Satu lagi kebahagiaan yang aku terima di pagi ini, dan itu berarti aku dan Aldi bisa masuk perguruan tinggi yang kita idam-idamkan dari kecil. Institut Teknologi Bandung. ITB, we’re comiiiinnnggggg.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info