hthtththth. Diberdayakan oleh Blogger.

Kesaksian Kebun Teh #Part 3

3
“Peseeeekk. Buka dong pintunya.” teriak Aldi sambil terus mengetok-ngetok pintu kamar ku.
“Berisik banget sih nong. Gw denger kali, gak usah teriak-teriak kayak gitu. Mau ngapain sih emang?”
“Gw laper nih, cari makan yukk.”
“Mager ah, lagian lu bilang tadi capek kenapa sekarang malah mau pergi.”
“Gw gak bakal bisa tidur kalau belum makan, ayoo dong temenin gw. Yayayaya.”
“Yaudah tunggu dulu, gw mau ambil jaket sama tas.”
“Oke, gw tunggu depan ya.”
 “Lu mau makan apa sih di? Dari tadi cuma muter-muter doang. Capek tau.”
“Gw pengen makan bakso cuankie nih.”
“Ngidam lu ya?”
“Udah ah jangan bawel, ke sana yuk.” ajak Aldi sambil menunjuk sebuah angkringan di tepi jalan dengan dikelilingi kebun teh.
Aku berjalan di belakang Aldi, sambil terus melihat keadaan sekeliling. Benar-benar kota yang sejuk dan sangat indah. Karena terlalu asik melihat-lihat pemandangan di sepanjang jalan, tidak sengaja aku menabrak seseorang.
“Aduuhh...”
“Eh maaf mba gw gak sengaja.”
Aldi yang mendengar suara orang terjatuh di belakangnya, berhenti dan segera menghampiri ku dan melihat apa yang sedang terjadi.
“Lu gak kenapa-kenapa din?”
“Gw gak kenapa-kenapa kok di, malah gw yang gak sengaja nabrak mba ini. Mba gak kenapa-kenapa kan?”
“Kayaknya kaki gw terkilir nih.”
Gimana gak terkilir. Itu mba-mba pake heels tinggi banget. Aku aja bingung itu heels apa enggrang. Tapi sepertinya aku pernah mengenali dia.
“Vinna?” tanya Aldi tiba-tiba.
“Iya gw Vinna. Kok lu kenal gw?”
“Lu gak inget gw? Gw Aldi. Aldi Muhammad Santoso. Masa gak inget sama cowo ganteng kayak gw?”
“Ya ampun, Aldi? Gila lu beda banget sekarang.”
“Lu juga Vin, makin cantik aja.”
“Ehemm.”
“Eh iya gw lupa, lu masih inget gak dia Adinda sahabat gw.”
“Adinda.” sapa gw sambil mengulurkan tangan.
“Vinna. Udah rada lupa sih, maaf ya.”
“Iya gak apa-apa kok.” jawab ku sambil tersenyum.
“Eh gw sama Dinda mau makan nih, gimana kalau lu ikut gabung sama kita sekalian cerita-cerita?”
“Gak apa-apa nih kalau gw gabung?”
“Iya gak apa-apa lah Vin, kan jadi rame malah. Iya gak Din?” tanya Aldi sambil menyenggol lengan ku.
“Eh iya gak apa-apa kok. Gabung aja mba Vinna.” ucap ku basa-basi.
“Oke.”

4
Lama-lama bosen juga nih aku di sini. Gimana gak, dari satu jam yang lalu kita di sini mereka berdua asik aja ngobrol, sedangkan gw dicuekin terus. Sesekali cuma diminta pendapat yang jawabannya cuma iya atau gak. Udah. Ngeselin banget sih, mending gw jalan-jalan ke kebun teh itu deh, pikir ku.
“Eh sorry ganggu obrolan kalian nih, gw cuma mau pamitan main ke kebun teh di situ.”
“Mau ngapain sih din? Palingan juga isinya daun teh doang.”
“Pengen jalan-jalan sebentar doang kok nong, boleh ya. Gak jauh-jauh deh cuma sekitar sini aja. Boleh ya...” pinta ku sambil memasang wajah yang memelas.
“Biarin aja lah di, Dinda kan udah besar, lagian dia cuma pengen jalan-jalan di sekitar itu aja.”
“Yaudah tapi lu hati-hati ya sek, kalau ada apa-apa langsung hubungin gw.”
“Siap bos. Yaudah gw pergi dulu ya. Daahhh.”
“Akhirnya aku bebas juga dari dua orang ngeselin itu.” ucapku dalam hati.
Aku berjalan melewati sejuta daun teh yang tumbuh subur di kebun teh ini. Sepanjang penglihatan, aku hanya melihat meteran hektar daun teh yang terbentang di kebun teh ini.
Aku berjalan semakin menjauh dari angkringan. Semakin jauh, jauh, dan semakin jauh. Sampai aku tersadar, aku lupa jalan pulang. Jalannya bercabang dan aku gak tau jalan mana yang harus aku pilih untuk kembali ke angkringan tadi. Aku merogoh saku celana ku untuk mencari handphone. Dan aku baru tersadar kalau handphone ku ketinggalan di dalam tas. Karena panik aku berlari menuruni jalan setapak di kebun teh itu. Karena kurang hati-hati aku terpeleset dan kaki ku terkilir.
“Aduuhh sakit. Gimana aku pulangnya kalau kayak gini.”
Aku hanya bisa menangis sambil menahan sakit kaki ku yang terkilir. Aku berusaha berdiri, namun sulit.
“Sini aku bantu.”
Tiba-tiba sosok laki-laki berambut ikal menyodorkan tangannya untuk membantu ku berdiri. Entah kenapa aku tidak merasa takut dengan laki-laki itu. Padahal aku tidak bisa begitu saja percaya dengan laki-laki yang baru aku kenal. Aku langsung meletakkan telapak tangan ku di telapak tangan laki-laki itu. Kemudian dia membantu ku untuk berdiri.
“Kamu bisa jalan?”
“Gak, kaki ku sakit banget.”
“Sini aku bantu jalan, di sana ada sebuah gubuk. Kita ke sana dulu ya.” ucap laki-laki itu sambil merangkulkan tangan ku di lehernya dan membantu ku berjalan.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info