Korupsi atau rasuah dalam bahasa Latin adalah corruptio yang berasal dari
kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, atau menyogok. Korupsi adalah
tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri,
serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan
tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada
mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah
atau pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya.
Korupsi
di Indonesia sudah sangat merajalela. Kenyataannya bahwa masyarakat Indonesia
sudah memandang korupsi sebagai sesuatu yang wajar, walaupun banyak yang
mengatakan anti tapi dalam kehidupan sehari-hari mereka yang anti ini juga
turut mempraktekkan korupsi baik secara sadar maupun tidak.
Dalam
realita keseharian yang namanya komisi, persenan, angpao, tanda terima kasih,
uang jasa, uang lelah, uang jajan,uang bensin, uang rokok, dan seterusnya
adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut tips yang diterima dari
sebuah transaksi atau kegiatan bisnis.
Sebenarnya
batasan antara hadiah, pemberian, atau sebagainya dengan korupsi sangat jelas
sekali. Bila tidak ada transaksi apapun, maka hadiah hanyalah sekedar hadiah.
Tetapi bila antara penerima hadiah dan pemberi hadiah memiliki suatu hubungan
baik langsung atau tidak terhadap suatu transaksi maka setiap pemberian
memiliki makna untuk membiaskan netralitas dan menyebabkan timbulnya conflict of interest. Itu sudah
merupakan bentuk korupsi.
Sejak
reformasi pada tahun 1998, berbagai kasus-kasus korupsi di Indonesia yang sudah
terjadi puluhan tahun satu persatu mulai terbongkar. Dalam berbagai ukuran,
namun rata-rata bernilai ratusan hingga milyaran rupiah uang negara telah
dicuri pleh para wakil-wakil rakyat Indonesia sendiri. Jadi pencuri di negeri
sendiri, itulah julukan yang tepat untuk seorang koruptor.
Rata-rata
kasus-kasus korupsi di Indonesia tidak berakhir pada penyelesaian keputusan
yang adil bagi hati nurani rakyat Indonesia. Kasusnya berlarut-larut dan
menghilang begitu saja. Kalaupun sampai pada keputusan hakim peradilan,
lagi-lagi hukumannya tidak memberi keadilan bagi rakyat Indonesia, yang
berkali-kali uangnya dicuri oleh para koruptor.
Mirisnya,
ketika seorang pencuri semangka diberi hukuman berat bertahun-tahun di penjara,
para koruptor yang mencuri uang rakyat milyarab rupiah malah bebas berkeliaran.
Di mana keadilan di Indonesia sebenarnya?
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan kasus-kasus korupsi di Indonesia sulit untuk
diselesaikan. Pertama, korupsi merupakan penyakit kronis bangsa Indonesia.
Selama hampir lebih dari tiga puluh dua tahun, penyakit dan virus korupsi
berkembang subur. Keberadaanya dilindungi dan dikembangbiakkan. Dari tingkat RT
yang paling rendah bahkan sampai level tertinggi pejabat negara. perkembangan
yang cukup subur ini mengakibatkan penyakit korupsi telah menjangkiti sebagian
generasi yang kemudian diwariskan ke generasi berikutnya. Oleh karena itu,
salah satu cara untuk memutuskan rantai generasi korupsi adalah dengan menjaga
kebersihan generasi muda dari jangkitan virus korupsi.
Kedua,
sistem penegakan hukum yang lemah. Indonesia memang memiliki banyak sekali
undang-undang dan landasan hukum yang mengatur tentang pelarangan penyakit
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Yang menjadi persoalan sekarang adalah para
penegak hukum itu sendiri. Munculnya istilah mafia hukum merupakan bukti
kerendahan mental para penegak hukum di Indonesia. Lagi-lagi karena pengaruh
budaya korupsi yang sudah cukup kronis menjangkiti Indonesia. Para petugas
hukum yang ditugaskan untuk mengadili para koruptor malah menerima amplop dari
para koruptor. Ditugaskan menjadi petugas malah menggadaikan diri menjadi
koruptor. Inilah hal miris yang kerap dialami disetiap penanganan kasus-kasus
korupsi di Indonesia.
Tindakan
korupsi tidak mungkin bisa terlaksana jika hanya dilakukan secara sepihak.
Seorang koruptor pasi bekerja sama dengan komplotannya untuk mengeruk uang
rakyat. Selain itu, korupsi dapat dilakukan di mana saja selama tempat itu
mempunyai potensi yang bisa dimanfaatkan.
Ada
satu hal lagi yang mungkin bisa menjadi sorotan masalah korupsi ini. Adanya
upaya untuk balas dendam. Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa untuk menjadi
PNS diperlukan uang sogokan. Tidak semua PNS melakukan tindakan ini, tetapi
tindakan ini tentu saja mencoreng reputasi dan kredibilitas PNS sebagai abdi
negara. Seorang calon PNS harus membayar uang sogokan dengan uang yang tidak
sedikit, bahkan dalam jumlah puluhan sampai ratusan juta rupiah jika ingin
jalannya dimudahkan. Jika dibandingkan dengan gaji PNS, jumlah uang sogokan
tersebut tentunya jauh lebih besar. Namun, mereka yang benar-benar ingin
menjadi PNS secepatnya tidak akan segan-segan untuk membayar uang sogokan
tersebut.
Jika
PNS masuk dengan cara yang tidak benar, hal ini bisa menjadi justifikasi bagi
mereka untuk bekerja seenaknya. Toh, mereka sudah bayar mahal untuk menjadi
PNS. Gajinya pun tidak sebanding. Selain itu, uang sogokan tersebut juga bisa
menjadi cambuk untuk mengambil uang rakyat untuk menutupi kerugian mereka. Jika
gaji bulanan tidak bisa menutupi uang sogokan tersebut, uang rakyatlah yang
menjadi sasaran.
Referensi
:
0 comments:
Posting Komentar