15
Lima tahun
kemudian...
“Dinda, gimana
kabar kamu pagi ini? Mama bawa seseorang nih buat kamu.”
“Lalalala...
Kamu jahat hahaha... Kamu jahat...”
“Kamu temani
Dinda dulu ya Di, tante gak sanggup melihat keadaan dia seperti ini.”
“Baik tante.”
“Din, aku punya
sesuatu buat kamu.”
“Aku udah gak
suci lagi... Kamu udah merenggutnya hahaha... Kamu jahaaaatttttt... Aku, benci
kamu hahaha”
“Din, cukup.
Kamu harus sembuh. Aku gak bisa lihat kamu kayak gini.”
“Kamu... siapa?
Mau ngapaian kesini?”
“Aku Aldi,
sahabat kamu. Kamu gak inget sama aku?”
“Aldi... Aldi...
hahahaha”
“Din ini
scrapbook buat kamu. Sebenarnya ini hadiah ulang tahun kamu waktu itu. Karena
aku tau kamu jadian sama Elang, aku gak berani kasih ini ke kamu.”
“Elang... Elang
jahat... Dia pembohong... hahahaha”
“Ini aku buat
sendiri Din. Di dalamnya foto-foto kita berdua, dari masih kecil sampai udah
besar kayak sekarang. Coba deh kamu liat. Fotonya lucu-lucu kan?”
“Foto... Ini
aku?”
“Iya Din ini
kamu.”
“Ini bukan
aku... Dia jelek... aku kan cantik ehmmmm”
“Din asal kamu
tau, aku sayang banget sama kamu. Bukan Vinna yang aku cintai, tapi kamu Din.
Apa kamu gak tau gimana perasaan aku ke kamu? Aku akan tetap terima kamu apa
adanya. Aku gak perduli keadaan kamu yang sekarang. Yang aku tau, aku cinta
sama kamu Din.”
“Cin... ta. Apa
itu cinta?”
“Aku cinta kamu
Dinda.” ucap Aldi sambil memeluk Dinda dengan erat.
Aldi tak kuasa
menahan tangis melihat kondisi Dinda seperti itu. Sejak kejadian malam itu,
kondisi psikis Dinda memang terganggu. Sudah beberapa dokter mencoba
menyembuhkannya, tapi tetap saja Dinda tidak bisa kembali seperti Dinda yang
dulu.
Tekanan batin
yang menderanya secara tiba-tiba telah membuat kondisi psikis Dinda terganggu.
Kejadian beberapa tahun yang lalu, benar-benar mengguncang Dinda.
“Tante, bolehkah
aku mengajak Dinda ke Bandung?”
“Untuk apa Di?
Bukankah itu hanya akan membuat Dinda teringat akan masa lalunya?”
“Aku mau bawa
dia ke kebun teh tante. Dinda sangat senang kalau ke sana. Iya aku harap dia
akan lebih tenang kalau dia ada di sana.”
“Baiklah tante
izinkan kamu. Tolong jaga Dinda baik-baik.”
“Pasti tante.
Makasih atas kepercayaan tante sama Aldi. Aldi janji akan buat Dinda pulih
seperti semula. Ini semua Aldi lakukan buat tante, om, dan terutama Dinda.
Karena Aldi juga sayang sama Dinda tante. Apapun yang terjadi sama Dinda, Aldi
akan berusaha untuk tetap menerima dia.”
“Dinda beruntung
punya kamu Nak.”
16
“Kita udah
sampai. Ayo Din turun.”
Aldi menuntun
Dinda berjalan di jalan setapak kebun teh ini. Kebun teh yang sama saat Dinda
bertemu dengan Elang.
“Aku gak mau di
sini. Aku mau pulang. Aku mau pulang.”
“Din dengerin
aku. Kamu harus bangkit. Lupakan masa lalu. Jangan kamu jadikan masa lalu
sebagai penghambat masa depan kamu. Kamu harus bangkit Din. Kamu gak kasian
sama mama, ayah, dan kak Lisa? Setiap hari mereka nangis ngeliat kondisi kamu
kayak gini. Masih banyak Din yang sayang sama kamu. Termasuk aku.”
“Ka... mu?”
“Iya aku. Aku
cinta sama kamu Din. Bagaimana pun kondisi kamu saat ini, aku gak perduli.”
“Bohong... semua
omongan laki-laki gak bisa diterima. Aku gak percaya sama kamu. Aku mau
pulang.”
“Din, please.
Percaya sama aku.”
“Coba Din, kamu
rasakan udara di sini. Kamu hirup terus kamu teriak sekuat-kuatnya. Supaya
fikiran kamu jadi tenang.”
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..............”
“Benar kata-kata
kamu Di, aku harus bangkit. Aku gak boleh terus-terusan kayak gini. Aku gak
boleh nengok ke belakang lagi. Aku harus melangkah maju.”
“Dinda, ini
kamu? Alhamdulillah, terima kasih ya Allah.”
“Makasih Di,
kamu udah menyadarkan ku. Hidupku belum berakhir. Ini adalah awal dari
kehidupan yang sesungguhnya. Mungkin perjalanan hidup masa lalu ku buram, gak
seindah kebun teh ini. Tapi kebun teh ini akan menjadi saksi perjalanan masa
depan ku yang bahagia bersama, kamu Aldi.”
“Aku cinta kamu
Dinda, sampai kapanpun.”
0 comments:
Posting Komentar