hthtththth. Diberdayakan oleh Blogger.

Kesaksian Kebun Teh #Part 5

5
Sendirian di kamar kost dengan kaki yang terkilir memang tidak menyenangkan. Aku hanya bisa berbaring di kasur sambil sesekali memainkan games yang ada di tablet. Sejak sore tadi, Aldi tidak ada kabar. Mungkin dia sedang menghubungi Vinna seperti janjinya tadi sore.
“Kayaknya Aldi punya feel sama Vinna.”
Aku berbicara sendiri seperti orang gila. Tapi tuduhan aku itu punya banyak bukti. Pertama, Aldi memuji Vinna saat pertemuan tadi siang. Kedua, Aldi tidak henti-hentinya membicarakan Vinna saat pulang dari kebun teh tadi. Pujian-pujian yang sangat lebay juga dia lontarkan sesekali. Itu membuat ku enek.
Bukan karena aku cemburu pada jidat lebar itu. Hanya saja aku takut kehilangan perhatian yang selama ini Aldi curahkan pada ku. Aku sudah menganggap dia sebagai kakak. Tentunya sangat aneh bagi ku bila suatu saat nanti ada orang ketiga di antara kita. Mungkin bisa dibilang egois. Tetapi itu semata-mata aku lakukan hanya karena takut kehilangan Aldi.
Selama ini, perempuan yang dekat dengan dengan Aldi hanya ada tiga. Aku, mama, dan tante Lidia. Tidak lebih dari itu. Karena Aldi bukan tipe laki-laki yang pengumbar cinta. Aku sangat tau akan hal itu. Tapi kini berbeda. Setelah pertemuannya dengan Vinna, sepertinya dia menemukan dunianya yang baru. Bukan aku, mama, dan tante Lidia lagi. Tetapi Vinna, perempuan cantik, modis, dan bergaya layaknya model.

6
Matahari bersinar dengan terangnya menyambut pagi hari yang indah. Burung berkicau riang. Bunga-bunga bermekaran indah dan menyeruakkan bau yang wangi. Menambah indahnya pagi ini.
Hari ini adalah hari pertama aku bertandang ke kampus yang aku impikan. Bukan untuk memulai perkuliahan, namun hanya akan melakukan daftar ulang untuk mempertegas bahwa aku siap menjadi mahasiswi kampus itu.
Aku sudah rapi sejak jam 7 tadi. Hanya tinggal menunggu si jenong menjemput ku. Tetapi ini sudah jam 8 pagi. Sudah satu jam aku menunggunya tapi tak kunjung datang juga. Apa dia lupa dengan jadwal daftar ulang hari ini? Atau dia sudah pergi duluan dan tidak menjemput ku? Atau bahkan dia masih tertidur pulas? Akhirnya aku memutuskan pergi ke kostan Aldi yang terletak tak jauh dari kostan ku.

Kostan Aldi sangat sepi. Tidak terlihat ada satu orang pun di dalam sana. Tiba-tiba ada yang memegang pundak ku dan membuat aku terlonjak kaget.
“Maaf saya sudah membuat mu kaget.”
Ternyata beliau adalah ibu Martini, pemilik kost-kostan ini. Aku hampir saja berteriak karena sangking ketakutannya.
“Saya yang harusnya meminta maaf bu, karena sudah mengamati kost-kostan ini seperti maling.”
“Kamu ingin mencari siapa?”
“Saya mencari Aldi bu, dia adalah salah satu penghuni kost ini. Apa ibu mengenalinya?”
“Oh ya tentu saja, saya kenal dengan semua penghuni kost di sini. Apakah nama kamu Adinda?”
“Iya benar, bagaimana ibu bisa tau nama saya?”
“Dari Aldi. Tadi pagi dia pergi pagi-pagi sekali, tapi ibu tidak tau dia hendak kemana. Dia hanya berpesan kepada ibu, bila ada perempuan cantik yang bernama Adinda dan mencarinya, katakan pada dia bahwa dia sudah pergi duluan dan tidak bisa menjemput mu Nak.”
“Kira-kira dia pergi jam berapa ya bu?”
“Sekitar jam 6 sepertinya, karena hari belum terlalu terang.”
“Kemana ya dia? Kenapa dia pergi sepagi itu?”
“Mungkin dia ada keperluan yang mendesak Nak. Kalau tidak kamu hubungi dia saja untuk menanyakan keberadaannya.”
“Kalau begitu saya pamit dulu ya bu, maaf sudah mengganggu pagi-pagi.”
“Baiklah. Hati-hati Nak di jalan.”
“Terimakasih bu.”
Karena tidak mendapatkan Aldi di kostannya, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke kampus sendiri. Untung saja aku tau rute perjalanan menuju kampus, jika tidak pasti aku akan tersesat.
Aku menunggu angkutan umum di pinggir jalan yang bisa membawa ku sampai ke kampus. Aku dan Aldi memang sengaja tidak memilih kostan yang dekat dengan kampus, karena itu pasti akan membosankan. Setiap hari hanya melihat gedung kampus, seperti tidak ada pemandangan lainnya.
Tiba-tiba ada sebuah sepeda motor yang berhenti di hadapanku. Aku hampir saja pergi karena takut. Kemudian pengendara sepeda motor itu membuka kaca helmnya dan aku mengenali baik orang itu. Elang.
“Elang? Hampir aja aku kabur, aku fikir siapa berhenti di hadapanku.”
“Sorry Din, aku gak bermaksud buat kamu takut kayak gitu. Tadi dari seberang situ aku lihat kamu di sini sendirian. Yaudah akhirnya aku memutuskan untuk menemuimu. Kamu mau kemana Din?”
“Aku mau ke kampus Lang. Mau daftar ulang.”
“Hari ini aku lagi free. Gimana kalau aku antar kamu ke kampus. Kalau nunggu angkutan umum di sini pasti lama, soalnya jarang banget yang lewat.”
“Boleh deh kalau gak ngerepotin kamu.”
“Gak lah. Ini pakai helmnya.”
Akhirnya aku memutuskan untuk bersedia di antar oleh Elang. Dari pada aku kering nunggu angkutan umum di sini. Lumayan ngirit ongkos juga hehehe.
“Oh ya aku lupa. Kampus kamu dimana?”
“Oh iya, ITB Lang. Kamu tau kan tempatnya?”
“Serius ITB? Aku juga kuliah di situ loh Din.”
“Yang bener? Berarti kita bakal sering ketemu dong?”
“Pastinya. Kalau perlu aku bakal antar jemput kamu setiap hari biar kamu gak nunggu angkutan umum kayak tadi lagi. Gak tega aku ngeliat kamu kepanasan kayak gitu.”

Ucapan Elang barusan benar-benar membuat aku malu. Pipi ini pasti sudah merah banget kayak tomat. Jangan sampai Elang melihat aku saat ini, kalau tidak aku pasti bakal malu banget.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info