Bank Century adalah hasil merger dari tiga bank yaitu Bank
Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC. Sebelum merger ketiga bank tersebut didahului
dengan adanya akuisisi Chinkara Capital Ltd yang berdomisili hukum di Kepulauan Bahama dengan pemegang
saham mayoritas adalah Rafat Ali Rizvi.
Bank Century didirikan pada tanggal 6 Desember 2004, namun sejak tanggal 21 November 2008 diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kemudian
berubah nama menjadi PT Bank Mutiara Tbk.
Bank Century merupakan bank kecil yang tidak mendapat
perhatian bank Indonesia. Mengapa demikian? Teorinya dalam kondisi normal,
apabila sebuah bank kecil jatuh atau bangkrut itu tidak akan membahayakan
perekonomian nasional. Tapi tidak pada tahun 2008. Fakta yang terungkap telah
terjadi krisis ekonomi global pada tahun itu dan hampir seluruh negara di dunia
terkena dampaknya, tidak terkecuali Indonesia.
Pada
saat itu, bank Century mengalami kesulitan keuangan yang diakibatkan oleh
kesalahan manajemen bank. Karena dalam kondisi ancaman krisis ekonomi,
bangkrutnya bank kecil seperti bank Century ini bisa menyeret kejatuhan bank
besar akibat hilangnya kepercayaan masyarakat pada perbankan.
Dalam
suasana genting seperti itu, pada akhir tahun 2008, pemerintah yang didukung
oleh DPR memutuskan meminta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menyelamatkan
Bank Century. Sampai bulan Februari 2009, LPS telah mengeluarkan dana talangan untuk
bank Century sebesar Rp 6,7 triliun untuk keperluan tambahan modal bank dan kebutuhan
likuiditas tiga bulan ke depan.
Biaya
penyelamatan dana talangan oleh LPS tadi diperhitungkan sebagai Penyertaan
Modal Sementara (PMS) LPS ke bank Century yang kini berubah nama menjadi bank
Mutiara. Dalam kurun waktu dua hingga tiga bulan LPS akan melego saham bank
Mutiara ke calon investor. Jadi, di atas kertas dana talangan PMS sebesar Rp
6,7 triliun tidaklah semuanya hilang begitu saja. Penyertaan Modal Sementara
(PMS) tersebut nantinya akan kembali, tergantung besarnya hasil penjualan saham
bank itu oleh LPS.
Langkah
penyelamatan bank Century ini dilakukan bukan hanya menyelamatkan satu bank itu
saja, namun langkah ini merupakan bagian dari upaya besar yang ingin disasar,
yakni menjaga stabilitas sektor keuangan dan perbankan serta menyelamatkan
perekonomian.
Menurut
perhitungan A. Tony Prasetiantono, apabila bank Century tidak diselamatkan
biaya yang ditanggung diperkirakan hanya Rp 6 triliun. Lebih murah sekitar Rp
600 miliar tentunya. Namun, biaya yang diperhitungkan tersebut baru biaya
langsungnya saja. Padahal ada biaya tak langsung yang juga harus ditanggung.
Yang
dimaksud dengan biaya tak langsung tersebut adalah biaya kepanikan deposan yang
memiliki dana di atas Rp 2 miliar yang tidak dijamin oleh LPS di 23 bank-bank
setara bank Century. Aksi rush dana
sangat mungkin terjadi. Apabila hal itu terjadi diperkirakan akan ada 23 bank
yang akan ikut kolaps. Bila bank-bank itu ambruk, maka LPS harus mengganti dana
nasabah. Sulit memastikan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan apabila
penutupan bank Century terjadi. Tetapi yang jelas, biaya tak langsung apabila
bank Century tidak diselamatkan akan lebih besar dari Rp 6,7 triliun. Jadi
dapat dikatakan bahwa menyelamatkan bank Century dengan dana talangan sebesar
Rp 6,7 triliun masih jauh lebih murah daripada harus menutupnya.
Bayangkan.
Hanya dengan Rp 6,7 triliun, dana masyarakat yang ada di seluruh bank di
Indonesia yang mencapai Rp 1.800 triliun dicegah kepanikan dan kebangkrutannya.
Pasca
masalah penyelamatan tersebut, muncullah Peraturan Bank Indonesia (BI) mengenai
kepemilikan saham. Peraturan tersebut memberikan pengecualian kepada bank yang
sedang dalam proses penyehatan oleh LPS dan saham pemerintah. Sementara, posisi
bank Mutiara saat ini berada di bawah program penyehatan LPS dan menunggu
investor yang berminat untuk membeli bank tersebut.
Namun,
ada satu masalah lagi yang muncul. Jika nantinya para investor tersebut jadi
membeli bank Mutiara, tentu saja harus menaati peraturan BI mengenai
kepemilikan saham tersebut. peraturan BI tentang kepemilikan saham mewajibkan
pemegang saham perbankan untuk memiliki saham bank maksimal 40% untuk bank umum
atau lembaga keuangan.
Meskipun
bank Indonesia memberikan tenggat waktu selama 20 tahun bagi investor yang
menjadi pemilik bank Mutiara untuk menyesuaikan dengan aturan kepemilikan saham
bank umum tersebut, apakah investor masih berminat membeli bank Mutiara?
Menurut
anggota supervisi Bank Indonesia, Ahmad Erani Yustika, kasus bank Mutiara yang
paling utama adalah adanya ketidakpastian hukum yang menyangkut bank Century
atau bank Mutiara sebelum ditangani oleh LPS.
Kasus
bank Century yang baru-baru ini naik ke permukaan dan meresahkan bank Mutiara
adalah kasusnya dengan perusahaan sekuritas Antaboga di mana hasil keputusan MA
menghastukan bank Mutiara untuk membayar ganti rugi kepada nasabah Antaboga
sebesar Rp 35 miliar dan denda sebesar Rp 5,6 miliar.
Pemerintah
memang telah mengeluarkan dana sebesar Rp 6,7 triliun untuk menalangi bank
Century, tapi kenyataanya bank tersebut harus tetap dijual juga dengan harga
tidak kurang dari nilai tersebut agar pemerintah tidak mengalami kerugian.
Referensi
:
0 comments:
Posting Komentar